Rabu, Agustus 24, 2011

[Yang Galau, Yang Meracau] Curhat (Tuan) Setan


Judul: Yang Galau, Yang Meracau Curhat (Tuan) Setan
Penulis: Fahd Djibran
Penyunting: Boo & Nita Taufik
gambar diambil dari sini

Setan. Cinta. Tuhan. Ketiganya adalah tiga medan galau sekaligus racau yang ada dalam buku ini. Menuntun kita untuk berbicara pada diri sendiri. Membawa kita masuk ke dalam pikiran kita sendiri; meracau kepada diri sendiri; mengaduk-aduk kegalauan yang berputar-putar dalam kepala; berpusing dengan kata-kata.

Kali ini aku hanya memberikan sedikit racauan pada beberapa cuplikan tulisan yang ada di dalam buku  ini.

"Kesempurnaan adalah ketiadaan sekaligus keberadaan, kebahagiaan sekaligus kesedihan, hitam sekaligus putih... Kesempurnaan adalah konfigurasi apik dari berbagai hal yang berlawanan." (hal. 43)


Aku kadang terus menanyakan apa itu kesempurnaan. Mungkin apa yang kuanggap sempurna, sama sekali tak sempurna di mata orang lain. Saat orang lain melihat sesuatu dan menganggapnya sempurna, mungkin aku hanya melenggang cuek, "Haish, apanya yang sempurna?" Rasanya hanya satu yang mutlak, Tuhan adalah Yang Maha Sempurna. Semua yang dilakukan-Nya adalah yang paling sempurna. Rahasia-Nya juga bisa dikatakan salah satu bagian sempurna untuk setiap makhluk.

"Kau harus pernah  berbuat salah untuk menemukan hal-hal baik..." (hal. 45)

Berbuat kesalahan? Hah, siapa yang tak pernah berbuat kesalahan. Aku pernah secara sengaja berbuat kesalahan dan berusaha menyembunyikannya. Saat itu berharap tak ada orang yang tahu kesalahanku. Namun, entah bagaimana caranya kesalahan itu bisa terkoreksi oleh  orang lain. Aku kecewa dan malu, tentu saja. Rupanya Tuhan  mengajariku sesuatu  yang baik, apapun yang aku lakukan pasti akan ada balasannya, entah sekarang atau nanti...nanti.

"Tuhan yang maha mengetahui rahasia waktu;" (hal. 129)

Bagiku waktu kadang bisa sangat menghidupkan tapi  kadang bisa juga sangat membunuh. Tergantung darimana aku bisa memperlakukannya. Pernah aku menuntut untuk  bisa mempercepat waktu, berharap sesuatu bisa segera berlalu dan beralih ke waktu yang aku inginkan. Pernah pula aku ingin berlama-lama dalam sebuah ruang waktu, tak ingin beranjak. Sepertinya aku terlalu banyak menggugat. Mungkin bukan lagi, "Tuhan, percepatlah!" atau "Tuhan, perlambatlah!" tetapi "Tuhan, jadikan waktu ini sebuah anugerah. Baik yang sudah berlalu, yang aku tempati sekarang, atau yang akan aku songsong di depan." Rahasia waktu...apapun yang dirahasiakannya, jika yang merahasiakan adalah Tuhan pasti itu yang terbaik.

Kesan pribadi terhadap buku ini: Sepertinya aku memang cocok membaca buku-buku seperti ini. Selain karena aku memang kadang suka membuat kepala pening dengan tanya dan jawaban yang kubuat sendiri di dalam kepala, rasanya menyenangkan bisa menembus lapisan-lapisan dimensi yang ada di dalam diri sendiri. Belajar  memahami diri sendiri dan memaknai kehidupan. "Dear God, Kenapa sih Kamu invisible terus?"




Tidak ada komentar:

Posting Komentar