Selasa, Oktober 09, 2012

Officially Moved

Sudah saatnya saya harus benar-benar setia dengan satu blog. Farewell Multiply & Blogspot.

Here it is:

carakata.wordpress.com

Come! Come! I'll welcome you there :)

Jumat, Agustus 17, 2012

Rumah Baru

Sedang mendekorasi "rumah baru".
Feel free to visit:

http://carakata.wordpress.com

^__^

Happy Ied Mubarak 1433H

Minggu, Agustus 12, 2012

Leaving Ramadhan

One week left.
Insyaallah next week, we will reach Ied Fitri.
Should I be happy? Or should I be sad?

Thank you ya Rabb for everything you have given to us.
Thank you for every breath you still give it to us.
Thank you...

Saat sudah memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan, rasanya waktu menggelinding semakin cepat.
Rasanya masih ingin berlama-lama bermuhasabah selama bulan Ramadhan. Sayangnya, kadang kita masi terlena dan menuruti rasa kantuk daripada membasahi bibir ini dengan ayat-ayat suci Alquran. Sayangnya, kadang mata ini masih lebih suka melihat acara-acara televisi daripada mengalirkan air mata karena rindu pada-Nya, mendekat pada-Nya.

Ramadhan is gonna leave us. But, Allah will never gonna leave us...no matter what.
Lead us to be a much better person, Ya Rahman, Ya Rahiim...
Lead us to your sincere light and be a great khalifa in your land, Ya 'Aliim...
Aamiin...

Jumat, Juli 20, 2012

Ramadhan Kembali Datang

Seusai shalat tarawih kemarin malam, ada seorang tetangga yang menyapaku, "Nggak pernah keluar (dari rumah) ya?"
...
"Gimana bisa keluar kalau kerjanya aja di rumah," sahut ibu setelah si ibu tetangga itu berjalan lain arah.
Hehe.

Nevertheless, welcoming Ramadhan with grace and happiness.
May Allah lead us to be a much better person.

Happy Fasting everyone!

Selasa, Juli 17, 2012

Berbagi Status

[dosen saya yang satu ini selalu rajin membuat status Facebook yang sangat panjang. sebagian besar sangat inspiratif, termasuk yang satu ini, yang rasanya bener-bener makjleb, hehe]

kau masih jobless, nyebar lamaran, menunggu panggilan?
kau naksir orang, lagi pendekatan dan mengharap jawaban?
kau hanya karyawan biasa, tak pernah mendapat promosi dan pengakuan?

Lebih dari semua itu, kau sudah berupaya keras, berdoa pagi-petang & siang-malam, tapi harapanmu tak kunjung datang. Kenapa? Sebab masih ada yang kurang.

Lihat saja cara kau memperlakukan dirimu sendiri. Matahari sudah tinggi tapi kau masih malas-malasan, menimang cangkir kopi. Atau kau yg perempuan masih acak2an dgn daster kumal, rambut awut-awutan. Kau yg menunggu jawaban cintamu sepanjang hari berkubang dalam kegalauan, ngeri jika cintamu dicampakkan. Sedikit pun tak terpikir olehmu untuk berlatih, menyiapkan diri menyambut kemenangan. Sikapmu memuakkan: dari cara dudukmu yg lesu, langkah yg gontai dan wajah yg memelas orang tahu: kau manusia minim prospek. Bukannya tak punya, tapi prospek itu kau kubur sendiri. Ayolah bangkit, sibukkan diri, tebar senyuman, pancarkan pesonamu, bersikaplah seolah-olah kau sudah punya pekerjaan atau posisi yg diperhitungkan. Isi harimu dgn sesuatu yg positif dan signifikan, memburu informasi, mencari kenalan, menjalin pertemanan. Aura positif yg kau tebarkan membuat orang terkesan. Mungkin kau menyebut ini berkhayal atau sinting-- saya menyebutnya 'mental preparation.' Persiapan mental, demi menjadi orang yg dihargai dan diperhitungkan. Inilah faktor pembeda yg amat menentukan: tak sedikit orang berpotensi ditolak lamarannya krn calon atasan tak suka melihat sikap, bahasa tubuh dan air mukanya yg memelas, apatis dan pesimistik. Kau ingin dihormati? Mulailah dgn menghormati diri sendiri: dgn bersolek sewajarnya, dgn mematut-matut diri--bukannya narsis atau lebay, tapi demi menyejukkan mata orang yg kau temui.

Para aktor Hollywood pememang Oscar suka menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk latihan dan menghayati peran dalam film yg akan mrk bintangi. Mereka berlatih jadi petinju, sopir taksi, eksekutif, atau politisi. Berlatih sepenuh hati agar peranan itu merasuk ke pikiran bawah sadarnya. Dan hasilnya tak pernah sia-sia. Mengapa tak kau tirukan kesungguhan mereka? Siapkan peran yg kau inginkan: jadi pegawai di perusahaan? Jadi karyawan yg diperhitungkan? Jadi kekasih yg dibanggakan? Latihlah dirimu, persiapkan kememanganmu.

Senyuman manis, sikap simpatik, jabat tangan erat, lagak dan perangai yg optimistis siap menyambut datangnya peluang. Ibarat sekeping logam, kau harus rajin memoles-moles diri dgn latihan rutin dan berkelanjutan agar dirimu menjadi magnet dengan kekuatan yg dahsyat: rejeki, pertemanan, simpati dan bantuan akan berdatangan karena daya tarikmu itu.

Kamis, Juli 05, 2012

Pekerjaan Impian

Ada beberapa pekerjaan impian yang kuinginkan. Tiga diantaranya sudah kudapatkan.

Pertama, menjadi editor di salah satu penerbit di Bandung. Masih jelas dalam ingatan tentang rasa ragu untuk mengikuti tes selama perjalanan Malang-Bandung kala itu. Masih jelas juga perasaan ketika harus buru-buru ke stasiun usai mengikuti wisuda di kampus (harus langsung kembali ke Bandung). Meskipun hanya enam bulan, banyak hal yang kupelajari di sana. Memutuskan untuk resign memang tidak mudah. Namun, aku tahu itulah pilihan yang terbaik yang bisa kubuat saat itu.

Kedua, menjadi penulis konten. Tepat sehari setelah kepulanganku dari Bandung, aku langsung dapat telepon untuk ditawari bekerja sebagai penulis konten. Untuk gaji memang tidak sebesar gaji sewaktu di Bandung. Namun, yang menyenangkan dari pekerjaan ini aku bisa mengasah kemampuan menulisku dan dibayar, hehe. Salah seorang teman kuliah mengatakan betapa enaknya aku mendapatkan pekerjaan ini karena bisa dikerjakan sambil santai. Kau benar, kawan, tetapi bukan berarti tanpa hambatan. Ada kalanya rasa bosan melanda. Tidak ada orang yang bisa diajak mengobrol ternyata cukup menyiksa pula. Belum lagi saat stuck tidak ada ide mau menulis apa.

Ketiga, menjadi editor lepas. Memang masih mendapatkan satu novel yang bisa kusunting tanpa harus bekerja di dalam kantor. Sangat menyenangkan. Aku bisa menyesuaikan waktuku untuk menyuntingnya tanpa diganggu apapun.

Dan, aku masih punya beberapa pekerjaan impian yang ingin kuraih.
Penulis novel.
Penulis kisah perjalanan (traveling)
Penerjemah buku.
Social Media Consultant
Social Media Enthusiast
Apa lagi ya...
Ya, masih ada yang lainnya lah.

Random and Puzzling Thoughts

Sering melamun.

Saat ini aku sudah mulai membiasakan diri menyelesaikan pekerjaan 2,5-3 jam saja. Meskipun, konten yang kutulis nggak bener-bener informatif, aku hanya berusaha untuk bisa menyelesaikannya dengan cepat dan beralih ke hal-hal lain. Jika sudah selesai, rasanya sangat lega.

Beberapa hari lalu akhirnya aku melegalisir ijazah. Setelah lulus yudisium setahun yang lalu, baru kali ini aku melegalisir ijazah. Masuk ke halaman kampus yang sepi (karena sedang libur semester), rasanya seperti orang asing. Masuk ke fakultas pun sempat pangling dan bingung mencari tempat legalisir ijazah. Sudah lima tahun berlalu sejak aku pertama kalinya menjejakkan kaki di kampus ini.

Saat berjalan, rasanya aku ingin kembali kuliah. Namun, kali ini dengan jalur beasiswa. Ingin kembali merasakan kesenangan mempelajari hal baru. Sayangnya, aku masih saja menunda-nunda. Bukannya langsung mengurus semua keperluan, aku malah mencari banyak alasan untuk tidak menyegerakannya.

Sering terdiam.

Aku tahu saat ini ada sesuatu yang sangat penting yang harus segera diselesaikan dalam keluarga. Saat bapak menceritakan hal ini, aku semakin merasa menjadi anak yang gagal. Kadang aku melihat bapak sendirian memikirkan sesuatu. Ibu pun tak bisa berbuat banyak. Aku? Rasanya aku malah tak ingin dilahirkan di dunia ini jika aku tak bisa membahagiakan ibu dan bapak. Waktu semakin menipis. I feel like I am in the dead-end.

Sering merasa.

Bahagia rasanya bisa menghadiri pernikahan seorang teman, sebuah pernikahan mewah nan megah. Memang itu bukanlah pertama kalinya aku menghadiri acara pernikahan seorang kawan. Aku pernah menghadiri sebuah acara pernikahan yang sederhana di malam takbir tahun lalu. Tidak mewah, tetapi aku bisa merasakan raut kebahagiaan sahabatku itu. Lalu, sebuah acara pernikahan yang cukup meriah dan entah kenapa aku merasa sedih karena tahu perasaan sang mempelai wanita beberapa bulan sebelum hari pernikahan itu.

Sering bermimpi.

Berulang kali ia hadir dalam mimpiku. Entah kenapa. Atau mungkin aku saja yang ternyata masih memikirkannya?
Aku pun memiliki impian-impian besar. Tak rela rasanya melihat seorang teman bisa lanjut kuliah S2 di Amerika. Kemudian, ada lagi yang ke Cina tahun ini. Mereka bisa, harusnya aku juga bisa. Aku benci saat aku malah meragukan kemampuanku sendiri. Seolah hal itu terlalu mustahil. Aku benci diriku sendiri yang berpikiran seperti itu. Dan, aku ingin membuang potongan diri yang kubenci itu.

Saat semuanya bercampur aduk menjadi satu di dalam pikiran.
Rasanya aku ingin tinggal di sebuah kota baru. Sejenak saja. Tanpa harus dipusingkan dengan pekerjaan, keraguan, apalagi rasa pesimis. Ingin rasanya kembali menjelajah tempat-tempat baru menemukan kepingan-kepingan arti kehidupan yang berharga.

Melangkah.


Rabu, Juli 04, 2012

Bikin "Rumah Baru"

Terbesit sebuah keinginan untuk membangun rumah baru alias blog baru. Alasannya? Hmm...ingin membuat sesuatu yang baru dan benar-benar serius. Selama ini blog terlama yang aku punya adalah ini. Sempat bikin blog di wordpress tetapi karena satu dan lain hal, blog itu aku hapus. Saat ini pun aku juga punya akun di Kompasiana (yang jarang sekali terupdate). Blog ini pun nggak selalu rajin ku-update. Paling kalau pas lagi pengen nulis aja baru deh nulis. Isinya? Random semuanya, hehe.

Tadi sudah sempat bikin akun blog baru. Rencananya mau minta bikinin theme yang personalized dari adek. Sesuatu yang beda dan ya, sebagai media pembelajaranku yang benar-benar baru. Kalau sudah bikin yang baru, blog ini mau dibuat apa? Ditinggalin? Ya, tunggu entar lah kalau "rumah baru" sudah selesai dibangun.

Minggu, Juli 01, 2012

Membentang Keelokan Tepian Kapuas



            Judul              : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
            Penulis            : Tere Liye
            Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama
            Cetakan          : Kedua, Februari 2012
            Tebal              : 512 halaman
            ISBN               : 978-979-22-7913-9

            Kita bisa melihat Sungai Kapuas setidaknya dengan dua kisah yang berbeda. Pertama, sungai dengan kisah bencana sepanjang tahun. Di musim kemarau, sungai mengering hingga berubah menjadi seperti lapangan yang berdebu. Anak-anak kecil bahkan bisa bermain bola di sana. Penduduk pun kekurangan air bersih. Sebaliknya, saat musim penghujan datang, air di Sungai Kapuas bisa meluap. Kedua, sungai dengan kisah cinta. Terlihat beberapa sepit sudah berjejer rapi di dermaga kayu setiap paginya. Di urutan ke-13, tampak Borno yang setia menunggu seorang gadis menumpang di sepitnya tepat pukul 07.15.

“Kalian tahu, cinta sejati laksana sungai besar. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti, semakin lama semakin besar sungainya, karena semakin lama semakin banyak anak sungai perasaan yang bertemu.” (hal. 167-168)

Borno pernah bertanya pada Koh Acong, Cik Tulani, dan Pak Tua tentang panjang Sungai Kapuas. Bukannya langsung mendapatkan jawaban yang pasti, ia malah diomeli dan ditertawakan. Hidup di kota Pontianak yang sekaligus menyimpan misteri tentang asal-usul namanya ini, tak pernah lepas dengan kehidupan masyarakatnya di tepian Sungai Kapuas. Hampir semua kegiatan dan kehidupan masyarakatnya berpusat di sana. Sayangnya,  baru-baru ini terdengar kabar buruk bahwa Sungai Kapuas sempat tercempar dengan tumpahnya minyak sawit. Namun, sekarang kita akan menikmati sisi lain tentang Sungai Kapuas melalui kisah cinta dari seorang pemuda bernama Borno di Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah.

 Seperti beberapa pemuda Indonesia yang bernasib kurang beruntung, Borno tak bisa melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah. Rencananya untuk bisa kuliah sambil bekerja tak bisa terlaksana. Selepas SMA, ia bekerja di sebuah pabrik pengolahan karet. Setelah bekerja selama enam bulan, ia dipecat bersama beberapa karyawan lain. Sejak saat itu ia mendapatkan pekerjaan baru sebagai penjaga palang masuk di dermaga feri.

“Sepanjang kau mau bekerja, kau tidak bisa disebut pengangguran. Ada banyak anak muda berpendidikan di negeri ini yang lebih senang menganggur dibandingkan bekerja seadanya. Gengsi, dipikirnya tidak pantas dengan ijazah yang dia punya. Itulah kenapa angka pengangguran kita tinggi sekali, padahal tanah dan air terbentang luas.” (hal. 49)

Saat tahu bahwa Borno bekerja di dermaga feri, sontak Bang Togar yang sekaligus menjabat sebagai ketua Paguyuban Pengemudi Sepit Kapuas Tercinta geram. Ia tak rela melihat Borno bekerja di pelampung (sebutan untuk kapal feri). Bahkan, Bang Togar melaminating dan menempel foto Borno besar-besar di dermaga kayu. Borno diboikot, ia tak boleh naik sepit hingga berhenti bekerja di pelampung.

“Kau anak tidak tahu diuntung, Borno! Tiga turunan! Tiga turunan pelampung itu menghabisi kehidupan kita!” (hal. 34)

Di usianya yang ke-12, Borno tinggal hanya bersama ibunya. Bapaknya yang merupakan seorang nelayan meninggal karena tersengat ubur-ubur. Borno sangat sedih saat itu. Tidak hanya ia harus menerima kenyataan bahwa ia menjadi anak yatim tetapi juga ia merasa ada perampasan hak kehidupan yang seharusnya masih bisa didapatkan oleh Bapaknya. Tepatnya sepuluh tahun yang lalu, Borno duduk di lorong RSUD Pontianak menangis terisak. Ia tak rela dada Bapaknya dibelah, ia tak rela.
Sejak aksi pemboikotan yang dilakukan oleh Bang Togar itu, Borno akhirnya berhenti bekerja di dermaga feri. Ia pun bekerja serabutan, menjadi petugas SPBU terapung, membantu Cik Tulani dan Koh Acong, hingga mencari kucing hilang. Kemudian, pada suatu malam, sebuah keputusan dibuat. Borno akan menjadi pengemudi sepit.
Mendapatkan pekerjaan baru sebagai pengemudi sepit tidaklah mulus. Tiga hari lamanya Borno harus rela diplonco Bang Togar. Pak Tua hanya bisa menghiburnya agar tidak mengambil hati sikap Bang Togar. Andi, sahabat Borno, hanya bisa mendengus mengetahui sikap Bang Togar pada Borno. Andi malah berniat untuk langsung mendorong Bang Togar jatuh ke Kapuas jika dirinya yang diperlakukan seperti itu.
Bagi penduduk Pontianak, segala aspek kehidupan mereka tak pernah bisa dilepaskan dari Sungai Kapuas. Penduduk sekitar terbiasa beraktivitas dengan sebuah perahu kayu panjang bermesin tempel bernama sepit. Keberadaan dermaga feri memang mengancam kehidupan para pengemudi sepit. Meskipun begitu, para pengemudi sepit tetap dengan setia mengantre di dermaga kayu setiap pagi. Mereka dengan tertib menunggu giliran menaikkan penumpang yang diatur oleh seorang petugas timer. Pak Tua adalah salah satunya.
Apa cinta sejati itu? Itulah pertanyaan terbesar Borno. Di tengah segala permasalahan dan kegundahan hati Borno, penulis menghadirkan sosok Pak Tua. Pak Tua bagaikan sebuah mata air yang bisa menyejukkan hati siapa saja yang  berada di dekatnya. Pengalaman Pak Tua mengelilingi hampir separuh dunia menjadikannya sebagai sosok yang kaya akan pengalaman berharga. Hanya pengalaman-pengalaman hebat dan besar lah yang membuat seorang manusia menjadi makhluk yang paling bijak. Borno dan Andi pun sering menghabiskan malam bersama Pak Tua.
Di suatu malam, sebuah kisah cinta tentang Fulan dan Fulani yang dibalut dengan latar sejarah Indonesia diceritakan oleh Pak Tua. Secara tidak langsung, kita juga digiring untuk mengingat beberapa kilasan sejarah penting di negeri ini, seperti perang di Surabaya, pemberontakan G-30S/PKI, peristiwa Malari 1974, dan krisis 1998. Penulis melalui Pak Tua membuka mata kita tentang keindahan hakiki dari sebuah kisah cinta. Pak Tua menuturkan bahwa kisah Fulan dan Fulani bukanlah cinta gombal, melainkan cinta yang diwujudkan melalui perbuatan (hal. 174).
Siapa sangka di hari pertama Borno menjadi pengemudi sepit malah menjadi hari yang paling bersejarah di hidupnya. Salah satu penumpang sepitnya saat itu adalah seorang gadis berbaju kurung kuning yang langsung membuat Borno terpesona. Gadis itu meninggalkan sebuah angpau merah. Dari sinilah kisah cinta Borno bermula.

“... Tapi aku akan membiarkan kau sendiri yang menemukan kalimat bijak itu. Kau sendiri yang akan menulis cerita hebat itu. Untuk orang-orang seperti kau, yang jujur atas kehidupan, bekerja keras, dan sederhana, definisi cinta sejati akan mengambil bentuk yang amat berbeda, amat menakjubkan.” (hal. 175)

Borno jatuh cinta. Ia harus mengumpulkan keberanian ekstra hanya untuk menanyakan nama sang gadis. Berkali-kali ia meminta nasihat Pak Tua. Tak jarang, ia meminta saran pada Andi. Bahkan, Bang Togar memberikan tips kencan secara cuma-cuma. Saat Borno tahu bahwa gadis itu bernama Mei, ia malah membuatnya tersinggung. Kunjungan ke Surabaya dan Kuching pun semakin melekatkan bayangan Mei di pikiran Borno.
Novel yang memiliki versi asli cerita lebih panjang dengan judul Kau, Aku, dan Kota Kita ini memiliki tokoh-tokoh sederhana dengan lika-liku kehidupannya masing-masing. Penulis seperti mengajak kita untuk menebak-nebak masa lalu Pak Tua yang hingga kini malah memutuskan untuk membujang dan menetap kembali di Pontianak. Penulis pun membawa kita ikut menyibak kisah cinta Bang Togar yang cukup mengharukan. Tak lupa, perjuangan Borno untuk mencari kejelasan perasaan dan kenyaatan pada Mei.

“Maafkan aku, Abang. Kita hanya akan saling menyakiti jika terus bertemu. Aku sungguh tidak mau membuat Abang sedih.” (hal. 470)

Membuka halaman demi halaman novel ini semakin membawa kita melihat rona indah kehidupan di sepanjang Sungai Kapuas. Penduduk Pontianak yang berasal dari Melayu, Dayak, dan Cina bisa hidup damai berdampingan dengan hadirnya tokoh Koh Acong, Cik Tulani, Pak Tua, dan Bang Togar. Jika kita disuguhi pemandangan tepian Kapuas dengan meminjam kacamata penulis, kita akan disuguhi banyak hal yang bisa membuat kita tergelak. Saat pagi tiba, kita bisa melihat Pak Sihol kesal saat sabunnya hanyut karena laju sepit yang dikemudikan Borno; dermaga kayu yang dijajari sepit yang menunggu giliran; teriakan petugas timer; gerakan senam pagi yang dipimpin oleh Bang Togar dengan iringan musik SKJ; keriuhan yang semakin memanas di lomba balap sepit; hingga melihat Borno mengemudikan sepitnya dengan lambat mengantar Mei selama 15 menit membelah Sungai Kapuas setiap paginya.
Jika malam tiba, kita bisa seolah ikut asyik menyantap gulai kepala kakap bersama Borno dan Pak Tua sembari menatap malam yang indah di tepian Kapuas. Dengan diterangi cahaya bulan di malam ketiga belas, penulis seperti menyulap kita menjadi sosok anonim yang ikut duduk mendengar kisah-kisah tentang cinta dan kehidupan yang dituturkan oleh Pak Tua. Menurut Pak Tua, cinta sejati adalah perjalanan yang tak memiliki ujung seperti siklus air. Ia berkata bahwa Sungai Kapuas jauh lebih abadi dibanding sebuah kisah cinta gombal manusia. Jarak dan waktu bisa langsung memutuskan sebuah kisah cinta gombal. Sebaliknya, selama ribuan tahun Sungai Kapuas masih tetap berada di Pontianak meskipun airnya semakin keruh (hal. 168).
Meskipun novel ini membahas tentang romantisme di tepian Kapuas, penulis juga menyelipkan beberapa hal agar kita lebih peduli dengan kelangsungan hidup di Sungai Kapuas melalui narasi dan dialognya. Seperti, demo soal lingkungan hidup (hal. 22), pendangkalan sungai (hal. 244), dan illegal loging (hal. 177). Topik-topik tersebut dihadirkan secara singkat dengan tetap menjadi pelengkap alur cerita yang manis.
Borno memang pantas dijuluki sebagai pemuda dengan hati paling lurus sepanjang tepian Kapuas. Meskipun ia dibuat kalut dengan sebuah perasaan yang diawali oleh sepucuk angpau merah itu, ia merasa sudah sangat beruntung memiliki Andi, Bang Togar, Cik Tulani, Koh Acong, dan yang sudah dianggapnya sebagai bapak sendiri, Pak Tua (hal. 478). Masa lalu dan masa kini juga saling mengait di kehidupannya terlebih saat Sarah hadir di dalamnya. Kehidupannya sederhana. Ia seorang pemuda biasa—lulusan SMA, pengemudi sepit hingga menjadi montir—yang dibuat galau karena cinta. Namun, ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari caranya menerima, menghadapi, dan menjalani hidup di tepian Sungai Kapuas. Tere Liye memang selalu berhasil mengeluarkan kilau dari sebuah mutiara kesederhanaan di setiap kisah yang ditulisnya, termasuk dalam Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah.

*resensi ini ditulis dalam rangka mengikuti lomba menulis resensi Gramedia Pustaka Utama. pertama kalinya nulis resensi secara "serius" dan panjang, it's kinda fun :)

Kamis, Juni 28, 2012

Kuliah Gratis di Universitas Luar Negeri

Beberapa saat lalu sempat blogwalking, hingga menemukan ada sebuah kesempatan untuk bisa kuliah secara gratis. Tak perlu membayar. Eh, tak perlu repot-repot pula melamar beasiswa pula. Hanya satu hal yang diperlukan: sambungan internet.

Di http://www.coursera.org/, terdapat beberapa courses yang bisa kita pilih. Aku sendiri sebenarnya belum pernah punya pengalaman mengikuti perkuliahan model seperti ini. Namun, tampaknya cukup menarik juga untuk dicoba. Kita bisa ikut perkuliahan yang diselenggarakan oleh beberapa universitas terkemuka di luar negeri. Seperti, University of Michigan, University of Pennsylvania, Princeton University, dan Stanford University, University of California. 

 Aku pun memilih dua mata "kuliah" yang baru akan dimulai tanggl 23 Juli 2012 nanti: 
1. Fantasy and Science Fiction: The Human Mind, Our Modern World 
2. Listening to World Music
Masih banyak lagi pilihan course yang bisa kita pilih. Tergantung minat aja. Berhubung aku lebih suka yang tentang segala hal berbau fiksi dan kebudayaan, dua mata kuliah yang aku pilih di atas sepertinya bakal menyenangkan untuk dipelajari.

Sembari mempersiapkan diri untuk menyiapkan beasiswa, nggak ada salahnya juga ikutan kuliah on-line gratis. Hitung-hitung nanti kalau kuliah lagi, otak nggak "kaget", hehe.

 

Senin, Juni 25, 2012

Manusia Pagi

Ibu, Ibu yang selalu bangun lebih pagi tiap harinya. Beliau menanak nasi, mencuci baju, dan selalu menyiapkan sarapan. Sewaktu masih sekolah, aku selalu menunggu ibu untuk membangunkanku. Bagiku, suara ibu yang lembut itu lebih ampuh untuk membangunkanku daripada suara jam beker yang meraung-raung nyaring.

Manusia pagi.

Beberapa bulan terakhir tak mudah bagiku untuk bisa selalu bangun pagi.
Ibu, teach me how to wake up early in the morning...

Siapkan Finansial Pendidikan Anak dalam 4 Langkah



Topik: Perencanaan Finansial Pendidikan Sang Buah Hati

Kita selalu dipusingkan dengan harga-harga kebutuhan pokok yang semakin melambung tinggi tiap tahunnya. Pun biaya pendidikan semakin tahun semakin mencekik. Tak heran jika kita akan selalu mencari solusi perbankan yang terbaik demi melihat buah hati kita mendapat pendidikan yang layak hingga ke jenjang yang jauh lebih tinggi. Kadang kita masih kebingungan untuk mencari solusi yang tepat, bahkan kita tak  bisa membuat perencanaan finansial pendidikan yang memadai untuk anak kita. Oleh karena itu, saat ini, sekarang juga, kita harus bisa mempersiapkan bekal finansial pendidikan untuk anak kita. Bagaimana caranya?

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana masa depan yang jelas dan konkrit. Kita harus bisa menetapkan target yang mencakup beberapa hal, yaitu: jumlah uang yang harus kita miliki; waktu atau tahun anak kita memasuki sekolah mulai dari pendidikan dasar hingga ke perguruan tinggi; mengetahui laju inflasi per tahunnya; dan cara mendapatkan uang yang cukup. Biasanya biaya pendidikan akan naik dalam kurun waktu satu hingga dua tahun. Selain itu, laju inflasi yang naik mulai dari 15% hingga 20% setiap tahun juga harus kita perhitungkan. Selain menabung, kita juga sudah sepatutnya mencoba untuk berinvestasi bisa dalam bentuk reksadana, emas, saham, ORI, dan sebagainya.

Langkah kedua adalah segera merealisasikan rencana tersebut. Saat ini, kita sangat diuntungkan dengan adanya kemudahan transaksi yang ditawarkan oleh bank-bank terkemuka di Indonesia. Mengatur keuangan bisa lebih mudah dan nyaman. Kita bisa memulainya dengan membuat tabungan pendidikan. Setidaknya setiap awal bulan, kita harus menyisihkan sebagian dari uang atau gaji kita untuk tabungan pendidikan anak. Perlu diingat pula bahwa kita sudah harus memiliki target mengenai jumlah uang konkrit yang ingin kita miliki dalam kurun waktu tertentu. Misalnya, dalam setahun kita menargetkan bisa memiliki uang sejumlah 12 juta sebagai tabungan pendidikan anak. Sehingga, setiap bulannya kita harus menabung minimal satu juta.  

Langkah ketiga adalah memanfaatkan produk perbankan. Tak bisa dipungkiri bahwa banyak kebutuhan yang harus kita penuhi dalam waktu yang bersamaan. Cicilan rumah, cicilan kendaraan bermotor, dan biaya pendidikan anak setidaknya akan membayangi kehidupan kita sehari-hari. Kita harus tahu apa yang paling kita butuhkan agar bisa disesuaikan dengan produk perbankan apa yang harus kita ambil. Adanya layanan perbankan yang baik dan cepat membuat kita merasa lebih nyaman untuk menentukan pilihan tabungan yang cocok khususnya untuk pendidikan anak kita. Usahakan agar kita bisa mendapat tabungan dengan bunga yang cukup memadai dan yang “memaksa” kita untuk bisa menabung setiap bulannya. Atau, kita bisa memilih untuk mendapatkan asuransi jiwa (life insurance) atau asuransi pendidikan secara bersamaan.

Langkah keempat adalah mengevaluasi rencana kita minimal sekali dalam setahun. Demi mencapai kebebasan finansial, kita harus bisa dengan jeli mengevaluasi rencana-rencana yang kita buat terutama rencana finansial pendidikan buah hati kita. Kadang terjadi hal-hal terduga yang membuat rencana finansial untuk pendidikan anak berantakan. Belum lagi dengan naik turunnya laju inflasi dan permasalahan-permasalahan ekonomi lainnya. Sehingga, kita harus bisa menganalisa apakah rencana kita sudah berjalan sesuai harapan atau malah sebaliknya. Jika dibutuhkan, kita harus memikirkan ulang prioritas utama dalam rencana pendidikan untuk anak kita. Sesudah itu, kita bisa membuat rencana baru yang jauh lebih matang.

Membuat sebuah perencanaan keuangan untuk biaya pendidikan anak bisa jauh lebih mudah daripada melaksanakannya dengan tepat. Maka dari itu, akan lebih bijak jika kita segera memanfaatkan produk dan layanan yang disediakan oleh BCA. Kita pun bisa bernapas lega karena segala macam kebutuhan finansial kita akan segera terpenuhi dengan cepat dan tepat oleh bank yang memasuki usianya yang ke-55 tahun ini.

Minggu, Juni 24, 2012

JIWA DAN KESEHATAN: HARTA DI ATAS KEKAYAAN


Topik: Perlindungan Jiwa dan Kesehatan adalah Investasi

Jiwa dan kesehatan adalah dua hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagian besar orang tak akan segan untuk mencari solusi perbankan yang terbaik. Seiring perkembangan jaman, asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi kesehatan semakin mudah untuk didapatkan. Meskipun masih banyak orang yang menganggap bahwa asuransi tidak penting dalam kehidupan mereka, tetapi dalam hati kecil mereka yakin bahwa mereka bisa mendapatkan hidup yang jauh lebih tenang dengan mendapatkan asuransi jiwa (life insurance) dan atau asuransi kesehatan. Banyak hal tak terduga yang bisa terjadi dalam kehidupan kehidupan kita. Sehingga, kita harus melakukan beberapa hal demi menjaga dan melindungi jiwa dan kesehatan kita.

            Hal pertama adalah mendapatkan klaim asuransi jiwa (life insurance quotes). Demi membuat rencana masa depan yang tepat, kita harus bisa menyusunnya dengan cermat. Saat ini, kita bisa mengajukan klaim asuransi jiwa dengan sangat cepat. Setidaknya ada dua pilihan yang bisa kita ambil. Pilihan pertama adalah memperoleh formulir klaim asuransi di kantor asuransi terdekat. Pilihan kedua adalah dengan mengisi formulir secara online yang tersedia di beberapa situs resmi perusahaan asuransi. Pada pilihan kedua ini, kita lebih mengenalnya dengan life insurance free quotes yang berarti bahwa kita bisa mengetahui jumlah klaim asuransi jiwa secara gratis. Saat mengisi formulir tersebut, pastikan bahwa kita mengisinya dengan data-data yang benar. Salah satu bank terkemuka di Indonesia bahkan sudah memiliki kerjasama dengan lebih dari satu perusahan asuransi. Hal ini bisa menjadi salah satu alternatif kita untuk mendapatkan asuransi jiwa (life insurance) dengan proses yang lebih cepat dan teararah.

            Hal kedua adalah memilih perlindungan yang tepat. Adanya kemudahan transaksi perbankan saat ini membuat kita bisa bernapas lega di tengah beberapa masalah keuangan yang ada. Selain itu, dengan memilih perlindungan yang tepat, kita bisa menjalani hidup dengan risiko yang lebih sedikit. Salah satu contohnya adalah menghadapi sebuah kondisi saat salah satu anggota keluarga kita mengalami kecelakaan. Kecelakaan tersebut mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan harus membayar sejumlah besar biaya pengobatan. Jika kita tak mempunyai perlindungan yang tepat atau asuransi jiwa (life insurance) yang memadai, kita bisa kelabakan membayar semua kerugian yang ada. Sebaliknya, saat kita sudah memiliki asuransi jiwa yang tepat, kerugian tersebut bisa ditekan seminimal mungkin. 

            Hal ketiga adalah memiliki prioritas hidup yang akurat. Kita bisa memanfaatkan beragam produk perbankan yang disediakan oleh bank-bank besar yang ada di Indonesia. Bahkan, kita bisa mendapatkan asuransi jiwa (life insurance) dari bank sebagai investasi masa depan. Jika kita sudah terlalu dipusingkan dengan segala macam hal tentang kredit aktif dan kredit pasif, sudah saatnya kita memikirkan ulang tentang prioritas hidup kita. Sebagian besar dari kita sangat menginginkan masa depan yang cerah. Hal ini bisa didapatkan dengan melakukan investasi melalui asuransi kesehatan dan jiwa (life insurance). Saat kita sudah bisa menempatkan prioritas hidup kita yang utama, yakni kesuksesan di masa depan, tidak akan ada keraguan dalam diri kita untuk segera mendapatkan asuransi dari perusahaan asuransi yang terpercaya.

            Hal keempat adalah memiliki kemampuan untuk mengatur keuangan dengan baik. Kemudahan layanan perbankan yang ada di Indonesia sangat membantu kita untuk bisa mengatur lebih dari satu aktivitas keuangan dalam waktu yang sama. Akses mudah dan nyaman menjadi hal yang sangat diutamakan oleh bank-bank terkemuka yang di Indonesia saat ini. Selain itu ada beberapa hal yang harus kita perhatikan agar bisa mengatur keuangan dengan baik. Kita harus memperhatikan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran kita. Dengan kata lain, kita harus bisa menjadi seorang pembelanja yang cermat dan cerdas. Kita harus tahu hal-hal apa saja yang harus kita beli dalam rentang waktu tertentu bisa mingguan atau bulanan. Kemudian, jangan lupa untuk selalu memiliki simpanan uang atau tabungan. Minimal tabungan yang kita miliki adalah setara dengan gaji kita selama tiga bulan. Satu hal yang paling penting adalah menetapkan target cash flow. Memiliki asuransi jiwa dan kesehatan juga penting sehingga kita bisa lebih cerdas dalam mengatur keuangan kita dan terhindar dari financial crunch yang mungkin membayangi kehidupan kita. 

            Hal kelima adalah merencanakan masa pensiun. Setiap orang memiliki hak untuk meraih kebebasan finansial. Salah satu cara untuk mengetahui bahwa kita sudah bisa mengontrol keuangan kita adalah memiliki rencana untuk pensiun. Setelah kita sudah mendapatkan asuransi jiwa dan kesehatan yang tepat, kita sudah bisa tenang menikmati masa pensiun kita. Meskipun hal ini tampaknya terlalu dini, tetapi bukankah jauh lebih baik membuat rencana yang matang dari jauh-jauh hari? Banyak orang yang cenderung memilih untuk mendapatkan kebebasan secara finansial daripada kaya. Mengetahui berapa banyak uang yang kita miliki sangat lah berbeda dengan jumlah simpanan uang yang bisa kita gunakan untuk membiayai hidup kita. Oleh karena itu, kita harus lebih cermat untuk membedakan keinginan dan kebutuhan. Sudah jelas bahwa mendapatkan asuransi jiwa dan kesehatan adalah sebuah kebutuhan yang akan menunjang masa pensiun kita kelak.

            Kita bisa melakukan investasi melalui bank-bank di Indonesia. Perlindungan jiwa dan kesehatan sangatlah penting agar kita bisa selalu menetapkan standar hidup yang jauh dari risiko-risiko besar dan membahayakan. Selain itu, kita bisa hidup dengan jauh lebih aman dan nyaman apalagi saat kita tahu bahwa kita bisa mendapatkan bantuan dari bank yang memiliki tak kurang dari sembilan juta rekening nasabah, BCA.

Sabtu, Juni 23, 2012

Wake Up Much Earlier to Meet You Out There

One day, I will wake up much earlier than days before
Sliding out from by bedroom,
Walking slowly
Opening my windows

The sun is still moaning
The birds are chirping one and two

Then, I decide to go out
Heading to my front yard.

There. There you are!
Right in front of me.
Smiling to me.

Jumat, Juni 22, 2012

What I've Done Recently

Sudah lebih dari tiga bulan. Saat memutuskan untuk memulai segalanya dari awal, ah...masih sama saja. Belum ada perubahan drastis yang ada dalam diriku. Tapi, masih bersyukur bisa membuat sedikit perubahan-perubahan kecil dan merasakan beberapa hal yang berubah di beberapa minggu terakhir ini.

Bangun dan Tidur
Oke, ini masih jadi kebiasaan burukku. Belum bisa benar-benar "hidup" sebelum jam 7 pagi. Mungkin hanya sekali dua kali bisa bangun pagi buat shalat Subuh dan nggak tidur lagi setelah itu. Still struggling with it. It's not a good habit...at all! Dan malemnya baru tidur paling awal jam 10 malem. Ya, mentang-mentang kerja di rumah aja jadinya nggak ngerasa kalau bangun pagi dan tidur lebih awal itu udah nggak penting lagi, hadeuh. I will change it right away!

Ketemu Temen-temen
Beberapa hari yang lalu menghadiri pernikahan seorang sahabat. Saat itulah aku baru tahu kalau tiga sahabatku yang lain sedang hamil. Wew, tahun ini aku dilimpahi banyak keponakan, hoho. Kalau udah kayak gini, semuanya kerasa berubah semuanya. Cepat sekali waktu berlalu. Dua sahabatku yang berprofesi sebagai guru makin kurus dan kurusnya itu cukup drastis. Tahu gitu aku jadi guru aja ya jadi bisa sekalian diet biar makin kurus, hoho. 

Setahun Setelah Yudisium
Baru sadar kalau aku sudah yudisium setahun yang lalu. Dan yang terjadi selama setahun ini? Hmm, cukup banyak juga sebenarnya.
Saat ini aku sudah mulai nggak tahan lagi. Harus segera melangkah ke depan, segera bergerak ke depan lagi.

Membuat Kejutan
Suatu malam, aku mengirim sms ke beberapa teman, menanyakan buku apa yang paling ingin mereka baca. Adalah Abib yang langsung curiga dan dia malah ngetes aku macam-macam: siapa nama lengkapnya, di mana alamat rumahnya, apa alamat e-mailku. Haish, aku malah merasa dihakimi aja. Dia ngira ada orang asing yang pake hapeku dan mengerjainya. Ya ampun, yang ngirim sms itu aku, dia malah bilang smsnya aneh karena bahasaku berubah. Oh My!
Adalah Fitri dan Ika yang langsung membalas smsku dengan cukup wajar. Meski emang mereka nanya kenapa tiba-tiba mau ngebeliin buku.
Adalah Eva yang nggak tahu buku apa yang mau ia baca. Ia hanya ingin buku buat putrinya yang berusia dua tahun. Akhirnya, kuputuskan untuk membeli buku latihan membaca buat Jasmine--putri kecilnya.
Adalah Cita, Fida, dan Evi. Langsung kutodong buku apa yang ingin mereka baca. Evi ingin buku latihan soal CPNS, Cita ingin Sepatu Dahlan, dan Fida ingin Partikel. Baiklah, semua dibungkus. Bahkan aku memberi "buku bonus" pada Fida dan Cita, hehe. Setelah itu aku meminta alamat lengkap mereka.
Kemudian, Jevi. Dia cukup bijak tak menanyaiku macam-macam. Hanya alasan apa yang menginspirasiku untuk ngebeliin buku yang diinginkan--Partikel, hehe.
Adalah Ana, Heny, dan Lusy yang tak membalas smsku. Mungkin mereka masih berpikir aku kurang kerjaan dengan sms itu. Jadi, ya yang tak membalas smsku berarti tak menginginkan buku apa-apa.
Apa alasanku sesungguhnya melakukan hal ini? (ask directly to my heart)

Keinginan
Aku ingin lebih banyak belajar tentang Social Media. Beberapa kali mengunduh materi tentang Social Media. Terpikir juga untuk bisa mempunyai website pribadi.
Masih berambisi untuk bisa ke Amerika. Mana boleh hanya temanku aja yang bisa ke Amerika, aku juga mau dong, hoho. Pengen ngerasain bisa tinggal di dorm. Pengen menebus "dosa" untuk bisa jadi mahasiswa yang sesungguhnya dan serius kuliah (bukannya galau). Yaps, next year...wait me, Uncle Sam!
Lagi nyoba ikutan beberapa lomba nulis. Ah, pengen menangin semuanya, pengen dapet semua hadiah utamanya.
Juga, keinginan untuk solo traveling. Menelusuri tempat-tempat indah yang belum pernah kukunjungi.
Ah iya, aku sudah lama tidak menonton film-film terbaru. Gara-gara rental VCD langgananku sudah tutup, jadinya aku tak pernah menyewa VCD lagi. Nonton bioskop terakhir kali pun pas nonton Harry Potter sama temen kuliah di bulan puasa.

Hmm...akhir-akhir jadi (mem)biasa(kan) diri minum teh hijau. Biar kurus? Biar sehat? 

Jumat, Juni 08, 2012

Hidden Corners

I'm still dreaming that one day I can find lots of new corners...
Where numerous old books are sleeping
Where post cards from all over the world are hanging on the wall
Where the candle-like light unveils the mystery.



Senin, Juni 04, 2012

Tailing My Mind

People around me are moving forward. Each of them reached his/her dreams. Several days ago, a friend of mine called me. He just landed in Surabaya then continued the journey to Malang and Batu. He said that he accompanied someone to several campuses in Malang. At the afternoon, he called me.
He said that he was in front of UIN Malang and would continue his visit to UMM. I said that UMM is very close to my house. He planned to go to Alun-alun Batu and I suggested him to prepare 3000 rupiahs to ride Bianglala there (which I myself have never had a chance to ride it, huhu).

"I'll be leaving on August," he said.
"After lebaran?"
"Yes."
I was very envious. He got a scholarship to America to obtain his master degree. I know that his journey to pursue his dream was not that smooth. Once he fails, he just stands up. Once he falls down, he just steps forward. Then, he succeeded to reach his dream.

So, what is  my dream?

I am still wandering with my mind. Sometimes, I'm tailing my mind where it will be going. At the end, I cannot decide my own desire.

Yes, I have a dream. I'm chasing it right now. Even though I just feel like I'm not gonna succeed it but I force my mind that at the future I will surely succeed to reach the dream. As the result, yes I will reach that dream for sure. I will reach it. I can see now that the dream is already in my hand.

Ya Rabb, guide me to reach my dream...to the land of dreams, to the place where I can see clearly who I am.

Minggu, Mei 20, 2012

Meresapi Malam

Hari Kamis lalu, seorang sahabat menjemputku. Kami langsung pergi menuju ke rumah satu sahabat kami yang, katanya, kesepian di rumah. Padahal seminggu sebelumnya kami sudah menjenguknya. Ya sudahlah, mumpung lagi ada waktu luang juga. Kami sampai di rumahnya pukul setengah tujuh malam. Makan bakso. Mengobrol. Bercanda. Mengobrol. Sampai pukul setengah sepuluh malam.

Sepulangnya, aku dan sahabatku ini mampir ke Indomaret. Beli pulsa (sudah 10 hari hape tak berpulsa, heu) dan beli es krim. Jadi inget, selama hampir 6 bulan lamanya aku sering menyantap es krim. Sampai kadang ingin selalu mencicipi es krim yang belum pernah kucoba.

Sepeda motor diarahkan ke alun-alun Batu. Malam hari dan juga hari libur, alun-alun pun ramai oleh pengunjung. Kebanyakan memang anak-anak muda. Sahabatku langsung menepikan sepeda motornya. Kami duduk di bantalan trotoar, kemudian makan es krim.

Banyak hal yang diceritakan. Namun, aku lebih banyak mengalihkan perhatianku pada es krim yang kumakan. Hal-hal yang kami bicarakan tak jauh dari betapa banyak hal yang berubah selama beberapa tahun terakhir ini. Tiga sahabat kami sudah menikah. Salah satunya sudah mempunyai seorang putri yang sangat cantik. Dua yang lainnya kini sedang menanti buah hati pertama mereka.

Satu lagi sahabat kami kabarnya akan juga segera melangsungkan pernikahan. Satu yang lainnya akan segera dilamar. Dan satu lagi sedang bimbang memilih diantara dua pilihan. Ah, kenapa pembicaraan seperti ini selalu membuat perasaanku jadi aneh.

Kami menghabiskan es krim itu dengan sesekali mengomentari anak-anak muda yang bersliweran. Dulu sewaktu masih SMP-SMA, kami sering main ke alun-alun sepulang sekolah. Alun-alun Batu sekarang jauh lebih cantik dan pastinya makin ramai. Sejak alun-alun yang baru ini diresmikan, satu keinginanku: naik Bianglala, belum pernah terealisasikan.

Alun-alun Batu (sumber dari sini)

Pengen naik Bianglala... (sumber dari sini)

Malam-malam di Batu, dingin. Kami malah makan es krim. Sekitar pukul 22.15, aku diantar pulang sampai rumah. Sudah cukup lelah. Namun, aku sempat tidak bisa langsung tertidur. Teringat kembali bayangan-bayangan waktu. Banyak hal yang berlalu. Sudah ratusan malam yang terlepas. Sudah berapa helaan nafas yang terlewat begitu saja?

Minggu, Mei 13, 2012

Prestasi

Tiba-tiba saja aku menanyakan pertanyaan ini pada diriku sendiri: kapan terakhir kalinya aku berprestasi?
Baru-baru ini? Atau lama-lama sekali?

Pause.

Waktu SD hingga SMP, aku pikir yang namanya prestasi adalah saat bisa mendapat ranking di kelas. Saat itu rasanya cukup buatku untuk selalu berada di peringkat atas di kelas--dengan satu kali pengalaman menjadi 10 siswa terbaik sewaktu di SMP. Saat di SMA, aku mulai tidak mempedulikan peringkat. Apalagi saat di SMA tidak diberlakukan lagi peringkat atau ranking di kelas. Akibatnya, aku semakin santai saat mengikuti pelajaran di sekolah. Masuk jurusan IPA pun rasanya saat itu hanya agar bisa lebih keren. Syukurlah saat itu aku sempat (sedikit) aktif pada ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja.

Kadang aku merasa "bangga" hanya menghabiskan waktu satu tahun saja saat di TK sedangkan beberapa temanku yang lain menghabiskan waktu dua tahun di bangku TK. Hehe, sempat merasa bangga. Namun, itu tak bertahan lama saat aku mengenal ada seorang teman yang ternyata dia dulu langsung masuk SD tanpa TK.

Sewaktu kuliah? Hmm, IP biasa-biasa saja. Keorganisasian? Hanya lebih banyak aji mumpung. Sekali dua kali ikut forum pemuda. Namun, saat itu hanya dengan alasan ikut-ikutan saja. Prestasi lainnya?
Tidak ada.
Belum.

Jadi?

Prestasi. Sebegitu penting kah?
Bagiku, itu sangat penting. Bukan hanya tentang hadiah atau piala, tetapi lebih kepada bukti eksistensi diri. Berkarya. Menjadi seseorang yang bermanfaat. Bukan menjadi seseorang yang "bukan siapa-siapa".

Teringat seminggu yang lalu, sekitar pukul setengah tiga dini hari, aku menatap hamparan lautan pasir yang sangat gelap. Melihat ke langit. Hanya ada beberapa noktah kerlip bintang. Merasa sangat kecil, tak berarti apa-apa. Mencari tahu apa yang paling aku inginkan dan mewujudkannya. Merasuki bayang diri, mencari tahu apa yang sudah kulakukan selama ini. Bagaimana jika ini hari terakhirku melihat cahaya?

be 'something'. create things.



Senin, Mei 07, 2012

Bromo Kali Ini: Belajar Mengambil Makna

Tulisan sebelumnya di SINI.

Pukul setengah 4 pagi kami semua berangkat menuju Penanjakan. Sempat terhambat karena ada salah satu pengendara yang membeli bensin. Ah, bikin jengkel saja. Menunggu dan menunggu.

Lautan Pasir
Kami menuruni jalan yang cukup curam sebelum mencapai Lautan Pasir. Benar-benar harus berhati-hari karena harus bisa menjaga keseimbangan dengan baik. Sesekali memang harus agak ngotot dan dipacu dengan cepat agar tidak terjebak ke dalam pasir. Baru saja lolos dari perjuangan melewati Lautan Pasir, kami pun mulai mengikuti jalan menanjak yang juga sama menantangnya.

Jalan, Berhenti, Jalan Lagi
Sepeda motor Andik tidak bisa melewati tanjakan dengan mulus. Terpaksa aku harus turun dan berjalan. Kupikir jalannya tidak terlalu menanjak. Ternyata, baru beberapa langkah, aku sudah kehabisan nafas. Oke, ini juga efek karena tidak pernah berolahraga dan juga kelelahan ditambah tidak tidur semalaman.

Aku harus sering berhenti untuk kembali mengatur nafasku. Andik sudah hilang dari pandanganku. Sesekali harus melipir karena ada jeep atau sepeda motor yang lewat. Ada yang menyerah dan turun karena tidak kuat melewati jalan menanjak. Di sebuah titik, aku benar-benar sendirian. Sepi. Tidak ada penerangan. Tidak ada siapa-siapa. Yang bisa kulihat hanya kegelapan. Kelelahan.

Ingin berhenti dan berbalik turun. Tapi aku sudah telanjur berjalan, belum lagi ditunggu oleh Andik, Miftah, dan Nina di atas sana. Rasanya sudah tidak kuat untuk terus melangkah. Sekali lagi aku berhenti. Bersandar pada sebuah pembatas jalan. Berkali-kali dilewati jeep dan sepeda motor.

Aku sempat melihat beberapa teman yang lain bergandengan dan saling menyemangati untuk bisa terus jalan hingga ke atas. Ada yang menawariku minum air putih saat sedang berhenti mengambil nafas. Jujur ingin berhenti saja. Satu langkah lagi.

Mungkin seperti inilah yang namanya perjuangan. Kadang ada rasa pesimis untuk bisa melanjutkannya. Kadang sudah benar-benar ingin berhenti. Lelah. Tidak bisa bernafas. Kadang terasa ditinggalkan seorang diri. Kesepian. Saat tak ada lagi yang bisa membantu, hanya diri kita sendiri yang bisa menghidupkan semangat kita. Satu langkah lagi. Tak apa berhenti sesekali. Namun, terus melangkah ke depan.

Haish, gimana bisa mendaki Semeru kalau gampang lelah seperti ini. Sepertinya aku memang harus lebih banyak berolahraga. Di sebuah belokan, ada dua sepeda motor yang terguling. Pengendara dan orang yang diboncengnya sama-sama jatuh. Sepertinya mereka ada dalam satu rombongan denganku. Teman-teman yang lain langsung merubungi dan membantu. Aku sendiri tak bisa berbuat apa-apa karena masih kerepotan mengatur nafasku sendiri.

Miftah sempat turun lagi dan memboncengku ke atas. Andik dan Nina juga sudah di atas. Meskipun Andik sempat menjadi orang yang menyebalkan, jadi tidak enak juga karena dia sudah bersusah payah menuntun sepeda motor dan membiarkanku menaiki sepedanya walaupun hanya beberapa saat (takut nanti ngglundung ke bawah). Setidaknya mereka masih bersabar menungguku yang berjalan sangat lambat dan harus bolak-balik mengambil nafas.

Berada dekat dengan orang-orang yang selalu ada untuk kita menjadi sebuah hal berharga yang patut untuk disyukuri. Setidaknya ada orang yang akan membantu kita bangun saat terjatuh. Memberi semangat dan bersabar menunggu kita untuk berhasil.

Matahari Terbit
Kami masih belum sampai puncak. Gerimis datang. Kami semua berhenti pada sebuah tempat. Sambil menunggu beberapa kawan lainnya, kami melihat matahari yang perlahan beranjak naik. Meskipun terhalang kabut, aku merasa bersyukur bisa melihatnya. Tak ada satu kata pun yang kuucapkan. Aku memisahkan diri dari teman-teman yang lain. Entahlah, hanya ingin mengambil sebuah ruang tersendiri.

Sekitar pukul 5.15, kami melanjutkan perjalanan menuju ke atas. Kali ini tanjakannya agak bersahabat jadi perjalanan bisa berjalan cukup lancar. Sampailah kami pada sebuah tempat dekat dengan bukit yang menyediakan sebuah ruang dan pemandangan cantik. Meskipun matahari sudah meninggi, alhamdulillah kami masih bisa berkesempatan menikmati pemandangan yang tersaji saat itu.

semburat jingga di atas sini

bayang kabut

masih berkabut

ingin ke Semeru suatu saat nanti :)

masih jingga berbaur dengan biru dan putih

seeking the ambience

which angle did you take?

sunrise yang terlambat, tak apa

Ada sebuah bukit yang bisa didaki. Dengan posisi yang lebih tinggi kami bisa melihat pemandangan yang lebih lapang. Saat itu tiba-tiba ada yang memanggilku. Suara Fitri. Akhirnya, kami bertemu kembali setelah terpisah dari rombongan. Rupanya dia mengambil jalur yang berbeda. Syukurlah masih bisa bertemu lagi.

di atas bukit


bertemu kembali

Sempat berfoto bersama teman-teman lain (diantara mereka semua, hanya 5 orang yang kukenal, heu). Setelah puas berfoto-foto, sempat ada rencana untuk lanjut ke Air Terjun Mardakari Pura. Tapi, batal. Hiks, padahal aku pengen banget bisa ke sana. Huhu. Akhirnya sebagian besar memutuskan untuk pulang. Banyak yang kelelahan, termasuk aku juga yang tidak tidur semalaman.

dari semua itu, mana yg kukenal?
Kami berenam (aku, Fitri, Sani, Andik, Miftah, dan Nina) memutuskan untuk ke Kawah Bromo. Kami turun lagi ke Lautan Pasir. Saat itu aku baru tahu alasan kenapa aku bisa begitu kelelahan saat berjalan mendaki. Rupanya tanjakannya cukup curam, sepertinya sekitar 50-60 derajat, entahlah, aku tak tahu pastinya. Hmm, jika semalam aku bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa tanjakannya mungkin aku tak akan mau berjalan kaki.

Kadang kita hanya harus mencoba dan menjalaninya. Itu saja.

kaki yang akan terus melangkah

jalur awal Penanjakan

Sempat terlihat bunga edelweis di sepanjang jalan. Ingin memetik, tapi cukup diambil fotonya saja.

edelweis...edelweis...

Tadinya kami berencana untuk ke Kawah Bromo. Namun, aku sendiri sudah kelelahan dan beberapa teman lain juga ada yang tidak mau naik. Akhirnya, batal lah rencana untuk ke Kawah Bromo. Kami hanya menghabiskan waktu di sekitaran Gunung Batok dan Lautan Pasir.
memotret yg sedang (saling) memotret

yang sarapan...yang sarapan

kelelahan, tidur beralas jas hujan

kuda-1

kuda-2

eh, bukan kuda

kuda-3

Sebagian orang rela bersusah payah untuk menyaksikan keindahan matahari terbit. Orang yang mendaki gunung mungkin tak akan puas sebelum bisa menyaksikan matahari terbit di puncaknya. Ada juga yang rela berpeluh hanya untuk bisa mengejar waktu yang tepat menyaksikan keindahan matahari terbit. Kita semua bisa menyaksikan matahari terbit di mana saja. Namun, kadang kita rela untuk bekerja keras untuk melihat matahari terbit di tempat tertentu. Matahari itu masih satu dan sama. Kenapa kita rela bekerja keras untuk pergi ke tempat yang tinggi itu?

Kita terlahir dengan bekal yang sama. Namun, beberapa diantara kita bisa bersinar di sebuah "ruang" tertentu. Beberapa diantara kita tahu di mana kita seharusnya berada sehingga banyak orang yang mengagumi kita, banyak orang yang rela bersusah payah untuk melihat keanggunan kita. Kita masih manusia yang sama, terlahir dengan pencipta yang sama. Namun, diri kita sendiri lah yang bisa memutuskan di mana kita bisa memberi manfaat bagi orang lain. Memberikan sinar dan cahaya terbaik kita.

Sekitar pukul setengah 10, kami langsung pulang kembali ke Malang. Rasa lelah sudah tak tertahankan lagi. Salah satu penyebabnya adalah tidak tidur semalaman. Aku sendiri masih ngeri melihat cara Andik menyetir sepeda motor. Aku melihat Fitri yang dibonceng Sani tampak terantuk-antuk. Mata memerah. Capek tiada tara, hoahm! Tapi, tetep ngebut jaya!

Beristirahat sebentar di Pasuruan untuk membeli seporsi mie ayam dan segelas es jeruk dengan membayar 5 ribu rupiah per orang. Setelah itu langsung ngebut sampai Malang. Jam 2 siang aku sampai rumah. Langsung mandi, shalat zuhur, dan tidur, sempet bangun lagi jam 5. Habis shalat isya' langsung terkapar membayar jatah malam sebelumnya yang tidak sempat tidur semenit pun.

Meskipun melelahkan, aku banyak belajar dari ikut rombongan ini. Saling bahu membahu (meski kadang masih juga saling memaki kalau kesal), tidak meninggalkan satu orang pun (meskipun sempet ada yang nyasar), dan kebersamaan. Namun, buatku cukup. Lain kali kalau ke Bromo lagi, aku ingin bersama dengan orang-orang menyenangkan yang kukenal dan tidak dengan rombongan yang terlalu banyak, hehe.

Kecelakaan
Aku sempat ngeri dengan cara Andik menyetir. Terkesan nekat dan ngebut. Sempat terbayang bagaimana nanti kalau kecelakaan. Huhu, aku emang takut mati tapi lebih takut lagi kalau mati di saat dan tempat yang tidak tepat. Khusnul khotimah masih menjadi cita-cita terbesarku.
Semalaman tidak tidur membuat kami semua kelelahan. Aku sendiri mewanti-wanti yang lain kalau butuh istirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah aku sampai di rumah dengan selamat aku merasa lega. Namun, sore harinya pukul 4 sore aku mendapat sms dari Fitri, "Aq kecelakaan." Saat itu aku tidak langsung membalasnya, karena kupikir dia hanya terjatuh seperti yang sudah-sudah. Kucoba untuk langsung membalas smsnya, eh pulsaku habis.
Namun, pagi tadi saat aku online Facebook, dia mengabariku kalau kakinya robek dan harus dijahit. Sepeda motornya hancur. Sore hari setelah dari Bromo dia memang langsung berangkat lagi untuk memberi les privat. Dia tidak ingat kronologis kejadian. Dia hanya mengingat kalau dia kelelahan, menabrak pohon, sepeda motornya masuk ke selokan, kemudian dia terlempar. Hiks, aku jadi sedih dan ngeri sendiri membayangkannya. Ingin langsung menjenguknya tapi aku masih harus menyelesaikan pekerjaan di rumah. Get well soon, my dear friend...

Kadang kita memang harus sedikit memberi ruang dan jeda untuk beristirahat.