Senin, Mei 07, 2012

Bromo Kali Ini (1 of 2)


Prolog Singkat
Bulan Januari 2010 adalah pertama kalinya aku ke Bromo. Saat itu membekas sebuah pengalaman yang sangat berkesan bersama teman-teman yang menyenangkan. Saat itu pula aku merasa suatu saat nanti aku pasti akan kembali ke Bromo. Hingga datanglah kesempatan untuk yang kedua kalinya pada tanggal 5 Mei kemarin.

Fitri diajak Sani untuk ikut teman-teman SMKnya yang mengadakan reuni ke Bromo. Fitri pun mengajakku (karena kita partner mbolang sejak beberapa tahun lalu, hehe). Yaps, siapa yang mau menolak. Aku pun langsung ikut. Dia bilang bakal ada sekitar 30 orang teman Sani yang ikut. Dari Malang sendiri ada 6 orang yang akan ikut (aku, Fitri, Sani, Miftah, Nina, dan Andik).

Perjalanan Dimulai
Sekitar jam 6 sore, kami berangkat dari Malang menuju Bangil. Kenapa ke Bangil? Karena teman-teman Sani semua berasal dari kota itu dan berkumpul di alun-alun Bangil. Berhenti sebentar untuk shalat maghrib-isya' dan tiba di Bangil sekitar jam setengah 8. Makan malam dahulu dengan sepiring nasi goreng di salah satu warung dekat alun-alun. Kemudian, menunggu semua teman yang akan berangkat ke Bromo. Hawa di Bangil sangat panas (menurutku yang sudah terbiasa dengan hawa dingin di Batu) padahal saat itu sudah cukup larut malam.

Briefing sebentar dan berdoa sebelum berangkat. Sekitar pukul 10 perjalanan pun dimulai.

Serasa Jadi Anggota Geng Motor
Saat itu ada sekitar 30 orang, jadi perkiraan ada sekitar 15 sepeda motor. Ada pemandu jalan dan yang mengatur kita dalam satu barisan selama di jalan. Melihat banyaknya sepeda motor yang berjalan beriringan seperti ini jadi membuatku merasa ikut bagian dalam salah satu geng motor yang akan menyerbu geng lain. Haha, efek terlalu banyak menonton berita tentang aksi brutal geng motor nih.

Di tengah perjalanan, ban belakang salah satu sepeda motor bocor. Serentak semuanya berhenti dan menunggu ban tersebut ditambal. Kami pun duduk-duduk di dekat sebuah masjid yang ada di pinggir jalan. Saat itulah aku baru tahu kalau Sani dan Fitri tidak bersama kami. Aku coba untuk menghubungi mereka tetapi tak tersambung. Ada apa dengan mereka?

Setengah jam kemudian perjalanan dilanjutkan. Dari Bangil melewati Pasuruan kemudian ke Probolinggo. Agak was-was juga karena harus selalu berada dalam satu barisan agar tidak ada yang tertinggal. Beberapa kali harus ngebut dan menyalip kendaraan-kendaraan besar. Hadoh, ngeri juga dibonceng sama Andik.

Memasuki Probolinggo
Aku kurang tahu saat itu melewati jalan apa. Yang pasti kami berbelok ke sebuah gang di Probolinggo dan melewati jalan berkelak-kelok. Aku sangat ingat jalan ini karena saat ke Bromo 2 tahun yang lalu, aku juga melewati jalan ini hanya saja saat itu masih sore dan terang. Namun, hari Sabtu lalu kami melewati jalan itu menembus kegelapan malam.

Satu per satu sepeda motor berjalan beriringan berusaha untuk tetap berada di dalam satu rombongan. Aku masih mencoba untuk menghubungi Fitri dan Sani yang terpisah dari rombongan, tapi nihil. Sekitar jam setengah 12 hujan deras, kami semua berteduh di sebuah pom bensin.

Ngantuk, pasti. Dingin, lumayan. Menunggu hingga hujan reda. Jam 12 pun perjalanan dilanjutkan.

Hanya Gelap
Di tengah gerimis, kami semua masih beriringan untuk menuju Cemorolawang. Jalanan licin dan berlumpur. Kalau tidak berhati-hati bisa berakibat fatal. Saat melewati sebuah jalan berlumpur, sepeda motor yang berada tepat di belakangku (Miftah dan Nina) tergelincir. Mereka terjatuh. Serentak, semuanya berhenti. Beberapa detik kemudian, satu-satunya lampu jalan yang menyala saat itu langsung mati. Eh?

Setelah yakin tidak ada yang terluka parah, perjalanan dilanjutkan. Aku semakin deg-degan.
Andik tampaknya seorang pengendara yang suka ngebut dan bisa dibilang agak nekat. Aku sudah ketar-ketir kalau bakal jatuh. Saat melewati sebuah jalan berbelok yang berlumpur, semua pengendara sepeda motor memperlambat lajunya. Aku malah seperti menahan nafasku sendiri. Seolah-olah aku akan terjatuh begitu aku menghembuskan nafasku. Oke, mungkin berlebihan.

Melewati jalan gelap. Tampak di sebelah kanan dan kiriku lereng-lereng tebing yang gelap. Seolah membatasi ruang tempatku berada saat itu.

Rumah-Rumah Hantu
Seperti tak berpenghuni.
Malam itu semua lampu padam. Rumah-rumah yang kami lewati dalam keadaan gelap gulita. Kalau diperhatikan, rumah-rumah itu tampak menyeramkan. Seolah kami  melewati sebuah perkampungan yang baru saja ditinggal mengungsi oleh semua penduduknya. Sepi. Yang terdengar hanyalah raungan sepeda motor kami. Sesekali kami melambat. Sesekali berhenti. Saling menjaga jarak di tengah kegelapan. Hingga beberapa menit kemudian, kabut mulai turun.

Jarak pandang semakin terbatas. Semakin lama aku tak bisa melihat lampu sepeda motor yang ada di depan. Andik pun kehilangan jejak sepeda motor yang ada di depan. Akhirnya, kami berhenti. Di belakang masih ada empat sepeda motor. Kami semua tak tahu harus berbelok ke mana. Andik malah mau berbelok ke rumah penduduk, gara-gara kabut dan tak ada penerangan untuk membantunya melihat dengan jelas.

Syukurlah, ada seseorang yang masih bisa dihubungi dan memberi arahan ke mana kami harus berbelok. Sekitar pukul setengah 2, kami sampi di pintu masuk di Cemorolawang. Tiket masuk untuk satu sepeda motor dengan dua orang adalah 16.000 rupiah. Hawa dingin semakin merasuk. Aku langsung mengambil sweater dan mengenakannya sebagai dobelan dari jaket yang kupakai. Tak lupa sarung tangan dan pashmina.

Fitri memberi kabar lewat sms. Syukurlah dia baik-baik saja hanya saja kesasar. Kesasar dalam artian terpisah dari rombongan. Dia hanya bersama Sani dan seorang kawan Sani saja menuju Wonokitri (kalau tidak salah) yang letaknya berseberangan dengan Cemorolawang. Syukurlah dia baik-baik saja. Aku tadinya sudah membayangkan kalau dia kecelakaan atau terluka.

Cemorolawang
Rencananya kami baru akan ke Penanjakan pukul setengah 4. Masih ada beberapa jam sebelumnya. Ada yang menyalakan api unggun, membakar jagung, tidur-tiduran di atas terpal, ada juga yang sedang memotret.

Dari semua orang yang ada, hanya ada 2 orang yang kukenal sudah cukup dekat yaitu Fitri dan Sani. Sayangnya, saat itu mereka terpisah dari rombongan. Jadilah aku hanya melamun sendirian. Hmm, ada juga Andik, Miftah, dan Nina. Namun, aku baru mengenal mereka juga sesaat sebelum berangkat ke Bromo.

Andik memesan semangkok bakso yang dilanjutkan dengan ngemil sebungkus mie instan mentah. Sesekali kami mengobrol bersama Miftah dan Nina. Sempat juga mengobrol dengan bapak tukang bakso. Beliau menceritakan saat Bromo sempat tidak boleh dikunjungi beberapa bulan lalu.

Ada sebuah sekolah yang rusak total akibat debu tebal yang menumpuk hingga satu meter. Sempat juga ada  bule yang ngeyel  buat menghampiri kawah padahal saat itu sedang dalam kondisi bahaya. Tangga untuk naik ke Kawah Bromo sudah diperbaiki, kata beliau ada 250 anak tangga di sana. Juga, seringnya dipakai sebagai tempat syuting film, iklan, dsb. Beliau sendiri sempat ikut dalam sebuah iklan yang mengharuskannya bersama ratusan orang lain memakai celana pendek berlarian di padang pasir pukul 2 dini hari, wew!

Aku sendiri penasaran dengan upacara Kasada. Ternyata emang diadakan setiap pertengahan bulan Ramadhan, saat bulan purnama. Melemparkan sesaji ke dalam kawah dan pastinya banyak sekali pengunjung yang datang.

Sesekali aku ikut menghangatkan badan di dekat api unggun. Beberapa menit lamanya aku memandang kegelapan yang menyelimuti lautan pasir, gunung batok, dan kawah bromo. Terlihat juga titik-titik lampu dari kendaraan yang melewati lautan pasir menuju Penanjakan. Saat melihat ke bawah, lautan pasir yang masih diselimuti kabut tampak seperti hamparan ruang tanpa batas.



Gunung Batok dan Kawah Bromo sekitar pukul 2.30 dini hari

Pukul setengah 4, kami semua bersiap menuju Penanjakan dan melewati Lautan Pasir.

(bersambung)

Senin, April 30, 2012

Kuasai Satu Hal

Tuhan sekali pun tak meminta kita mengusai semua hal. Kuasailah satu hal untuk menjadikan diri kt master di bidangnya masing2, ayo! (

Agreed!

Banyak hal yang ingin kulakukan. Kadang saking banyaknya, sampai bingung mau melakukan yang mana dulu. Ujung-ujungnya, eh, malah nggak melakukan apapun. Jadi, ya, aku harus bisa fokus pada satu hal dan menjadi ahli di bidang itu. Mungkin memang tidak mudah dan akan butuh banyak pengorbanan. Tapi, that's the art! 

Seorang kawan pernah mengatakan bahwa hal yang paling nikmat adalah saat kita sedang berproses. Kalau gagal dan jatuh, ya bangkit lagi. Sedangkan hal yang paling susah adalah mempertahankan apa yang sudah diterima. "Digoyang sedikit saja, pasti langsung jatuh."

Mungkin banyak orang yang akan menganggapku masa bodoh dan egois dengan pilihan-pilihan yang aku buat. Namun, aku percaya aku akan bisa membuktikan bahwa akan ada suatu masa saat aku bisa mengambil semua yang sedang kutanam saat ini. Jika diibaratkan sebuah tanaman, kini, aku sedang menanam sebuah biji yang bahkan belum berkecambah. Tampak luar, masih seperti tanah kosong, hanya (mungkin) aku dan Tuhan yang tahu bahwa ada sebuah biji yang kutanam di dalam tanah itu. Namun, aku akan berusaha untuk disiplin menyiraminya dan memberinya pupuk.

Well, have a great day!
Welcome to May 2012 ^_^

Minggu, April 29, 2012

Have You?

Have you let your tears burst out without your willingness?
There it comes a day when you do not know what is really going in your life.
You keep your feelings inside. You keep your mouth shut. Thus, your tears cannot manipulate you.

Have you challenged yourself to face your own fear, your own gut?
Passing day by day plunging yourself into an unknown world.
Searching for new treasure and get a shining life.
That may sound easy, yet, have you tried it?

Have you trapped yourself into your own box?
You create a box as if you can keep all stuff inside.
Many things and feelings are guarded inside.
Without your knowing, you trap yourself into that box.

Have you notified yourself as nobody?
Pretending that your are just fine for being a mediocre.
Pretending to be okay while others are reaching their dreams and fighting for it.
Stating that there will be no one blames you for what you haven't done.
Then, all of it just leaves you with a no-one-cares person.

Have you crushed into someone?
You give out all of your trust and else.
Realizing that you turn out to be a silly person, you just cannot deny that you are fooled by yourself.
Putting too much trust or hope into something, after all, is not a wise option.

Have you?
Have you questioned to yourself why you have lots of questions onto your own life?

Watch your thoughts, for they become words. Watch your words, for they become actions. Watch your actions, for they become…habits. Watch your habits, for they become your character. And watch your character, for it becomes your destiny! What we think we become. Margaret Thatcher

Jumat, April 27, 2012

Me-Time


Hampir dua bulan ini jarang banget keluar rumah. Paling banter seminggu sekali keluar rumah dan tujuannya pun kalau nggak ke perpust kota ya ke toko buku. Dua tempat itu adalah dua tempat ternyaman (buatku) menghilangkan rasa jenuh, hehe. Sebulan full kemarin kerja di rumah jadi "kuli artikel" hoho, ya nulis artikel berdasarkan pesanan. Disambi juga dengan melakukan beberapa hal yang ingin kujalani dengan serius nantinya.

Kemarin, akhirnya keluar rumah lagi. Tujuan: nyari kado buat adek sekalian beli buku, sama beli beberapa barang yang lain juga.

Naik angkot. Ngecek rekening ATM. Mampir-mampir ke beberapa toko beli sedikit ini-itu. Hunting beli kado buat adek. Dan, sadar kalau uang menipis jadi mampir ke ATM lagi buat ngambil uang. Terakhir: ngadem di Gramedia. Sengaja ingin menikmati me-time secara maksimal (haish), akhirnya duduk manis di satu-satunya tempat duduk yang ada di dalam Gramedia dan melahap dua buku: Te-We sama Travellous. Latihan speed reading juga, jadi ngebaca semua halamannya dengan secepat yang aku bisa, pokoknya tamat saat itu juga. Lumayan lah, meski sempet ada anak kecil iseng yang ngeliatin aku baca buku dan kubalas dengan senyuman (meski aslinya pengen melototin balik (lho?)).

Jam 4 sore pun balik pulang. Tak lupa lagi-lagi 'kebobolan' ngebeli buku Dreamcatcher sama novel Konser. Risikonya pun jadi hanya tersisa beberapa lembar uang ribuan di dalam dompet. Boros sekali bulan ini, "kebobolan" beli banyak buku, hiks.

Nyampe rumah langsung ngebungkus kado buat adek. Makan bakso sebentar. Trus cabut lagi karena ada temen yang mau nraktir makan di Waroeng Steak & Shake yang baru buka cabang di deket terminal Landung Sari. Kemarin dia baru saja berulang tahun dan kutagih buat traktiran. Ya, lumayan bisa dapet traktiran gratis (pengen mesen Steak yang mahal tapi sungkan, heu). Aku juga udah nyiapin kado buat dia. Nggak banyak cerita yang bisa kubagi saat itu karena dia curhat panjang lebar. Weits, masalah oh masalah... Aku pun berusaha jadi pendengar yang baik saja.

Mungkin hari-hari yang kujalani beberapa minggu terakhir ini tidak ada yang spesial. Berjalan dengan adem ayem, tapi ya aku tahu masih ada hal-hal yang lain yang harus kulakukan. Tidak bisa hanya diam tanpa melakukan apapun. Kadang ngerasa risih dengan orang-orang luar yang berbicara ini-itu. Ada rasa khawatir tidak bisa melakukan hal yang terbaik setiap harinya. Masih saja ada rasa takut untuk melangkah lagi, mendapatkan sesuatu itu. Masih saja merasa kecewa jika belum bisa melakukan yang terbaik di setiap harinya. Untuk saat ini, berdamai dulu dengan apa yang kudapat. Melakukan yang terbaik setiap waktunya. Ya, percuma juga mengingat apa yang terjadi di masa lalu dan menyesalinya. Percuma juga khawatir dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Meskipun tampaknya aku hanya menjalani hari-hari yang biasa, setidaknya aku bisa terus belajar melakukan yang terbaik di setiap harinya. Tidak hanya bermalas-malasan, tetapi sedang melakukan sebuah rahasia.

*ta-ra-ta-ta-ta...la-la-la...*



Beberapa hari terakhir ini juga aku menghabiskan beberapa bacaan yang belum sempat "dikhatamkan". I do utilize my time to the fullest me-time :)

Minggu, April 22, 2012

Ruang dalam Kotak

Kupikir semua orang selalu punya kehidupannya sendiri-sendiri. Inilah yang membuatku kadang terlalu gagu untuk sekedar menanyakan kabar mereka semua. Apa yang ada sebelumnya belum tentu ada saat ini. Banyak hal baru yang datang dan hidup. Ada juga hal-hal yang hilang.

Jika, hanya jika, aku diberikan sebuah pertanyaan. Mungkin aku akan menjawab tidak. Tidak pernah terlintas sekalipun aku bisa hidup di bumi ini. Tidak ada satu pun keinginan, dulu sebelum dilahirkan, untuk hidup seperti ini. Mungkin aku akan lebih memilih untuk menjadi malaikat. Atau menjadi setan sekalipun. Namun, kuasaku tak ada apa-apanya.

Saat berada sendirian di dalam sebuah kotak. Yang terlihat dan terjamah adalah empat sisinya. Meraba setiap inci ruang itu. Kadang berjalan hilir mudik di dalamnya. Lebih sering hanya berputar-putar di dalamnya. Kebingungan. Hal apalagi yang bisa lebih menyedihkan jika dibandingkan dengan kebingungan. Orang yang bingung itu terlihat tak utuh. Terombang-abing, berpusing dengan akal dan pikirannya sendiri. Tak bisa mengambil keputusan. Terlalu sesak untuk sekadar mengambil sejumput nafas. Terlelap dalam khayalan tentang dunia mimpi.

Ruang itu seakan membayangiku dengan kilasan ketakutan. Sebongkah ketakutan yang menggiring ke rasa-rasa takut yang lain. Menabraki dinding yang kasat mata. Mencoba menerobos tapi terpental. Melawan rasa takut, tapi ketakutan itu malah menelan bulat-bulat. Seakan tak ada pijakan. Seakan tak pegangan. Melayang-layang di dalamnya. Tanpa arah apalagi tujuan. Rasa kalut yang masih saja menyelubungi pandang.

Satu orang dalam satu kotak. Kadang kotak itu membuat penghuninya terlena di dalamnya. Membuat orang lain terlalu hina untuk bisa menyentuhkan jarinya apalagi memanggil sebuah nama. Di sisi yang lain, kotak itu menjebak. Memerangkap penghuninya sendiri di dalamnya. Membuatnya sesak. Tak ada udara.

Semoga semua masih bisa bertahan di dalamnya. Di dalam ruang sebuah kotak.